Have you ever feel like this?
Rowen nggak akan pernah lupa pertama kali dia menginjakkan kaki di tempat itu. Suasananya kantor banget. Persis seperti yang dibayangkan Rowen. Jadi rasanya salah kalau Rowen berkomentar negatif seperti ini setelah seminggu terlewati. It feels like hell!
Semua orang tampak memaklumi kalau Rowen merasa stress. Hal wajar yang dialami setiap orang yang pertama kali masuk tempat itu. Lagipula baru seminggu. Rasanya keterlaluan kalau mengambil kesimpulan secepat itu.
Sibuk belajar, bekerja, menghadapi hidup sendirian membuat Rowen lupa dengan kesan pertamanya. Perasaan stress dan tertekan sepertinya lebih mendominasi. Kalau sudah begitu, kembali ke rumah cukup menyegarkan jiwa dan pikiran. Apabila sudah saatnya kembali, Rowen berusaha setengah mati menguatkan hati. Berpikir positif, mengumpulkan semangat dan berharap mendapat banyak ilmu menjadi alasan yang cukup kuat untuk Rowen.
Segala alasan itu yang menguatkan langkah Rowen. Teman-teman yang luar biasa juga menghibur Rowen. Sepertinya begitu sempurna. Tapi kenapa Rowen merasa ada yang salah? Kenapa Rowen merasa tidak nyaman dengan kehidupan barunya ini? Apakah ini hanya emosi berlebihan?
Nggak, ini nggak mungkin bisa salah. Perasaan terkadang mengungkapkan hal paling jujur. Rowen merasakan perasaan yang berbeda setiap kali di tempat itu dan rumah. Rowen menjadi seperti orang lain yang aneh. Menjadi orang lain supaya bisa beradaptasi dengan orang-orang ‘kaku’ di tempat itu. Supaya Rowen bisa menjadi teman terbaik buat teman-temannya. Rowen akan berusaha setengah mati untuk bersikap ‘normal’ supaya tidak ada yang menganggapnya ‘aneh’.
Tapi apa yang terjadi kemudian? Jiwanya menjerit. Jiwanya menolak mentah-mentah. Rowen tidak bisa melakukan apa-apa. Hal yang bisa menghentikan jiwa itu adalah kembali ke rumah, menjadi Rowen yang dulu. Keadaan ini akan selalu berulang. Rowen tidak bisa begitu saja mengembalikan dirinya ke keadaan semula. Nggak sesimple itu. Emosi tidak boleh mengalahkan akal sehat. Ini adalah resiko untuk Rowen berada di dunia ‘orang dewasa”, begitu Rowen menyebutnya.
Terkadang menjadi orang lain itu menyenangkan. Hidup Rowen menjadi lebih berwarna. Tapi hati nggak bisa bohong. Hatinya akan selalu mengingatkan Rowen. Walaupun Rowen kadang-kadang bisa menuruti hatinya, entah bagaimana Rowen akan kembali menjadi orang lain. Nggak bisa seperti itu caranya!Tidak cukup sekedar mengingatkan! Rowen harus keluar. Itu satu-satunya cara.
Tersiksa. Benar-benar tersiksa. It’s not me!
Ada begitu banyak fase dalam kehidupan Rowen akhir-akhir ini. Menjadi dirinya sendiri. Menjadi orang lain. Dan satunya lagi tidak menjadi siapa-siapa. Itu fase tenang untuk Rowen. Perasaan, jiwa dan hatinya tidak memikirkan apapun. Rowen tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Karena fase itu datang tanpa peringatan apapun.
Segalanya berjalan begitu cepat. Rowen tidak menyangka tahun berganti begitu cepat. Banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dirasakan, dan banyak hal yang berubah. Berubah secepat kilat sampai terkadang Rowen tidak menyadari hal itu pernah ada. Seiring berjalannya waktu, fase-fase itu terus berganti posisi. Rowen tidak terlalu sering mengeluh seperti dulu. Sepertinya segalanya mulai baik-baik saja. Rowen berpikir ini semua hanya perasaan wajar saat kamu memasuki dunia orang dewasa. Rutinitas berlanjut seperti seharusnya.
Hingga hari ini. Rowen merasa ada sesuatu yang salah. Fase-fase dirinya semakin jarang berganti. Fase-fase tersebut semakin susah dibedakan. Kenapa ini? Apakah Rowen sudah kehilangan kendali atas dirinya sendiri? Seharusnya ketiga fase tersebut memiliki porsi yang sama. Tapi kenapa fase dirinya menjadi orang lain malah menjadi semakin dominan? Oh tidak!
Jiwanya lagi-lagi berontak. Kali ini Rowen benar-benar marah dan ingin berteriak sekeras-kerasnya. Kenapa jadi seperti ini? Rowen semakin sulit melepaskan topeng sialan itu. Akhirnya Rowen semakin membenci dirinya sendiri. Ini bukan salah siapapun juga. Ini mungkin kesalahan Rowen. Rowen terlalu lama mengambil keputusan untuk secepatnya keluar dari tempat ini. Keputusan yang nggak bisa segampang itu diambil. Segala sesuatunya harus dipikirkan. Itu soal lain. Rowen kehilangan kendali.
Sekarang Rowen hanya bisa menangis.
Mungkin ini hanya soal waktu
Dan segala sesuatunya akan kembali seperti dulu
Dedicated to : my beloved who said ‘i miss the old me’
Rowen nggak akan pernah lupa pertama kali dia menginjakkan kaki di tempat itu. Suasananya kantor banget. Persis seperti yang dibayangkan Rowen. Jadi rasanya salah kalau Rowen berkomentar negatif seperti ini setelah seminggu terlewati. It feels like hell!
Semua orang tampak memaklumi kalau Rowen merasa stress. Hal wajar yang dialami setiap orang yang pertama kali masuk tempat itu. Lagipula baru seminggu. Rasanya keterlaluan kalau mengambil kesimpulan secepat itu.
Sibuk belajar, bekerja, menghadapi hidup sendirian membuat Rowen lupa dengan kesan pertamanya. Perasaan stress dan tertekan sepertinya lebih mendominasi. Kalau sudah begitu, kembali ke rumah cukup menyegarkan jiwa dan pikiran. Apabila sudah saatnya kembali, Rowen berusaha setengah mati menguatkan hati. Berpikir positif, mengumpulkan semangat dan berharap mendapat banyak ilmu menjadi alasan yang cukup kuat untuk Rowen.
Segala alasan itu yang menguatkan langkah Rowen. Teman-teman yang luar biasa juga menghibur Rowen. Sepertinya begitu sempurna. Tapi kenapa Rowen merasa ada yang salah? Kenapa Rowen merasa tidak nyaman dengan kehidupan barunya ini? Apakah ini hanya emosi berlebihan?
Nggak, ini nggak mungkin bisa salah. Perasaan terkadang mengungkapkan hal paling jujur. Rowen merasakan perasaan yang berbeda setiap kali di tempat itu dan rumah. Rowen menjadi seperti orang lain yang aneh. Menjadi orang lain supaya bisa beradaptasi dengan orang-orang ‘kaku’ di tempat itu. Supaya Rowen bisa menjadi teman terbaik buat teman-temannya. Rowen akan berusaha setengah mati untuk bersikap ‘normal’ supaya tidak ada yang menganggapnya ‘aneh’.
Tapi apa yang terjadi kemudian? Jiwanya menjerit. Jiwanya menolak mentah-mentah. Rowen tidak bisa melakukan apa-apa. Hal yang bisa menghentikan jiwa itu adalah kembali ke rumah, menjadi Rowen yang dulu. Keadaan ini akan selalu berulang. Rowen tidak bisa begitu saja mengembalikan dirinya ke keadaan semula. Nggak sesimple itu. Emosi tidak boleh mengalahkan akal sehat. Ini adalah resiko untuk Rowen berada di dunia ‘orang dewasa”, begitu Rowen menyebutnya.
Terkadang menjadi orang lain itu menyenangkan. Hidup Rowen menjadi lebih berwarna. Tapi hati nggak bisa bohong. Hatinya akan selalu mengingatkan Rowen. Walaupun Rowen kadang-kadang bisa menuruti hatinya, entah bagaimana Rowen akan kembali menjadi orang lain. Nggak bisa seperti itu caranya!Tidak cukup sekedar mengingatkan! Rowen harus keluar. Itu satu-satunya cara.
Tersiksa. Benar-benar tersiksa. It’s not me!
Ada begitu banyak fase dalam kehidupan Rowen akhir-akhir ini. Menjadi dirinya sendiri. Menjadi orang lain. Dan satunya lagi tidak menjadi siapa-siapa. Itu fase tenang untuk Rowen. Perasaan, jiwa dan hatinya tidak memikirkan apapun. Rowen tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Karena fase itu datang tanpa peringatan apapun.
Segalanya berjalan begitu cepat. Rowen tidak menyangka tahun berganti begitu cepat. Banyak hal yang terjadi, banyak hal yang dirasakan, dan banyak hal yang berubah. Berubah secepat kilat sampai terkadang Rowen tidak menyadari hal itu pernah ada. Seiring berjalannya waktu, fase-fase itu terus berganti posisi. Rowen tidak terlalu sering mengeluh seperti dulu. Sepertinya segalanya mulai baik-baik saja. Rowen berpikir ini semua hanya perasaan wajar saat kamu memasuki dunia orang dewasa. Rutinitas berlanjut seperti seharusnya.
Hingga hari ini. Rowen merasa ada sesuatu yang salah. Fase-fase dirinya semakin jarang berganti. Fase-fase tersebut semakin susah dibedakan. Kenapa ini? Apakah Rowen sudah kehilangan kendali atas dirinya sendiri? Seharusnya ketiga fase tersebut memiliki porsi yang sama. Tapi kenapa fase dirinya menjadi orang lain malah menjadi semakin dominan? Oh tidak!
Jiwanya lagi-lagi berontak. Kali ini Rowen benar-benar marah dan ingin berteriak sekeras-kerasnya. Kenapa jadi seperti ini? Rowen semakin sulit melepaskan topeng sialan itu. Akhirnya Rowen semakin membenci dirinya sendiri. Ini bukan salah siapapun juga. Ini mungkin kesalahan Rowen. Rowen terlalu lama mengambil keputusan untuk secepatnya keluar dari tempat ini. Keputusan yang nggak bisa segampang itu diambil. Segala sesuatunya harus dipikirkan. Itu soal lain. Rowen kehilangan kendali.
Sekarang Rowen hanya bisa menangis.
Mungkin ini hanya soal waktu
Dan segala sesuatunya akan kembali seperti dulu
Dedicated to : my beloved who said ‘i miss the old me’
Comments
Post a Comment