Cikarang, 28 Februari 2018
Lion menatap perempuan yang duduk
dihadapannya, bingung dan kecewa. Seharusnya Reina yang ada di depannya
sekarang.
“Jadi bagaimana ceritanya ?”
desak Lion tak sabaran. Maya berdeham pelan.
“Reina, yang selama ini bicara
dengan kamu, sebenarnya sedang sakit keras. Kanker pankreas.”
Lion menatap tak percaya.
“Aku tahu fakta ini akan
membuatmu kecewa. Aku juga tidak menyangka selama ini Reina berhubungan dengan
orang lain di dunia maya. Aku memberinya akses dengan internet supaya dia bisa
lebih mudah menjalani hari-harinya.” Maya tampak mengutuk dirinya sendiri.
“Aku minta maaf...” Lion memotong
perkataan perempuan itu.
“Ah sudahlah! Semuanya sudah
cukup jelas, ga usah minta maaf segala."
Lion tiba-tiba berdiri, beranjak
buru-buru keluar, tanpa mempedulikan kata-kata lanjutan Maya. Miko ikut berdiri
tapi tidak mengikuti Lion. Miko sama shocknya, berusaha mencerna kerumitan hal
sederhana ini.
Ini seharusnya momen kopi darat biasa. Momen yang biasanya jadi
lelucon.
Maya mengambil tasnya dan hampir
beranjak pergi sebelum Miko meraih tangannya kencang.
“Sori, aku ga maksud..aku temannya
Lion. Sori, sori, bisa kita duduk sebentar dan bicara ?” Miko memburu
kata-katanya sebelum Maya memukulnya karena lancang.
“Mau bicara apa ? Kamu ga ikut
teman kamu yang kabur duluan. “ kata Maya sinis.
“Kita ga nyangka akan seperti
ini, jadi dia pasti shock.”
“Shock atau ga punya nyali ?” teriak Maya sampai suasana
kafe mendadak sunyi.
Mereka semua memandangi dua
manusia yang juga saling pandang.
“Bersedia cerita ? Mungkin aku
bisa menjelaskan pada Lion.” Miko setengah memohon, agak kaget dirinya berusaha
sekuat ini.
Maya menarik napas, menunjukkan
tanda menyerah. Perempuan itu kembali duduk, bersandar dan menyilangkan
kakinya.
“Aku pesan minum dulu.” Maya
memanggil pelayan dan memesan minuman.
“Reina sakit sejak setahun yang
lalu. Kondisinya semakin memburuk. Kami hampir menyerah dan berusaha menemaninya
setiap saat. Dua bulan yang lalu, dia tampak lebih bahagia. Aku ga tau kenapa,
sampai tanpa sengaja melihat window chatnya dengan Lion.” Maya menyeruput
sodanya.
Malam ini dingin tapi perempuan
itu memilih soda. Miko tidak menyentuh
kopinya, mungkin sudah dingin sekarang.
“Aku seharusnya tidak membiarkan
perkenalan mereka berlanjut. Hasilnya jadi seperti ini. Setelah Lion mengajak
bertemu, Reina terkena serangan panik. Kondisinya mendadak drop. Aku pikir ini
bisa menyembuhkan Reina, bertemu seseorang yang sayang padanya. Aku datang
kesini untuk meminta tolong pada Lion, datang ke rumah sakit dan menjenguknya.”
Maya menutup matanya, lelah atau
menutupi air mata.
“Aku akan bicara dengan Lion.”
“Iya tolong ya. Aku tidak
berharap apa-apa, aku hanya ingin Reina ditemani Lion, orang penting baginya 2
bulan terakhir ini. Hanya ini yang bisa aku lakukan di hari –hari terakhirnya.”
“ Sudah parahkah ?” Maya menunduk
dan mengangguk pelan. Miko merasa simpati.
“Aku akan menghubungi kamu lagi
bila berhasil."
“Dan bila tidak.” sambung Maya. Miko
mengangguk. Maya mengeluarkan ponselnya.
“Boleh aku minta no kamu?” Maya
menyentuh layar ponselnya.
“Oya? Siapa nama kamu tadi ?”
Maya mengangkat wajahnya dan Miko menangkap mata coklatnya. Terkejut menyadari
matanya indah meskipun sedikit berair
“ Miko.” dan mereka bertukar
nomer.
“Oke, aku harus pulang.” Maya
menghabiskan minumnya, mengambil tasnya dan bersiap pergi.
“Terimakasih ya dan semoga
berhasil. Jangan lupa kabari aku.”
Maya mengulurkan tangan dan Miko
menyambutnya.
Apa ini ?
Miko menatap perempuan itu pergi, merasa sosok itu akan semakin familiar.
to be continued...
Comments
Post a Comment